Senin, 16 Agustus 2010

Bentang Alam Jogja-Pacitan


Pengalaman Survey lapangan dalam rangka Kuliah Kerja Lapangan ini, penulis mendapatkan sebuah gambaran tentang keadaan alam atau bentang alam yang sebenarnya. Meskipun tujuan utama daerah penelitan adalah Pacitan, akan tetapi tidak sesempit itu daerah yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Sepanjang perjalanan ke Pacitan, daerah-daerah batuan dan perbukitan yang menarik tidak terlewatkan untuk diamati. Adapun daerah-daerah tersebut terbagi dalam delapan titik.

Titik pertama Candi Boko dengan koordinat 0443262 mT dan 9141090 mU. Dilihat pada citra warnanya agak kehijauan. Tempat ini merupakan sebuah bukit kecil merupakan daerah pinggiran kota dengan bentuk lahan Alluvial yang berasal dari material aluvium. Dari sini pemandangan Gunung Merapi dapat jelas terlihat dengan puncaknya yang terlihat mengeluarkan asap terus menerus. Lereng gunung merapi ini terbagi menjadi tiga yaitu Kerucut Vulkan, Lereng tengah, dan kaki gunung. Untuk penggunaan lahannya daerah ini merupakan area persawahan yang subur dan lebih dari 75% penggunaan lahannya adalah sawah dan sisanya merupakan permukiman dan hutan lindung. Lokasi selanjutnya yaitu titik kedua berada tidak jauh dari lokasi pertama yaitu di area persawahan dekat bukit yang merupakan Sesar Opak dengan koordinat 0442508 mT dan 9134566 mU . Sesar merupakan lereng terjal sebagai akibat desakan suatu lempeng dikarenakan batuannya/materialnya lebih keras. Keberadaan sesar dapat diketahui dari adanya lereng yang tiba-tiba terjal. Daerah ini merupakan area yang rawan terhadap terjadinya gempa bumi yang disebabkan aktifasi sesar yang geser karena adanya penekanan lempeng menyebabkan terjadi pe-nimbunan energi sepanjang bidang se-sar. Setelah tertimbun relatif lama, energi cukup kuat untuk melakukan pergeseran pada bidang sesar, sehingga menghasilkan pusat gempa. Energi terlepas secara cepat sebagai gelombang gempa ke segala arah. Daerah ini merupakan endapan alluvium dari merapi yang subur atau kaya dengan kandungan humus, sehingga daerah ini amat cocok untuk dijadikan areal persawahan.

Titik ketiga bertempat di Jembatan Sungai Petung yang berkoordinat 0445123 mT dan 9131465 mU. Titik sampel ketiga ini lokasinya terletak dibawah jembatan baru patuk wonosari. Kenampakan yang terdapat pada titik ketiga hari pertama ini ialah perbukitan breksi terdenudesi. Breksi adalah batuan yang tersusun oleh batuan kecil ukuran fragmennya lebih besar dari pasir dan sifat fragmenya andesit. Batuan induk dilokasi ini adalah breksi vulkanik yang terbentuk dari gunung api purba yang membeku sekitar dua juta tahun yang lalu. Disini batuan induk tanah mengalami proses geomorfologis yaitu adanya proses perubahan bentuk lahan menjadi bentuk lahan tertentu. Pada lapisan atas merupakan lapisan yang paling besar mengalami pelapukan. Tekstur tanah di daerah ini adalah lempung menyebabkan daerah ini kurang cocok bila ditanami padi atau dijadikan areal persawahan. Karenanya Penggunaan lahan berupa tegalan, permukiman dan vegetasi hutan, disini masyarakat banyak menanami ketela dan tanaman kuping gajah untuk pakan sapi.

Titik keempat yang berkoordinat 0451175 mT dan 9124807 mU ini merupakan Basin Wonosari yang berupa cekungan relatif dasar. Cekungan Wonosari ini terbentuk karena daerah yang berada di sekitarnya mengalami pengangkatan tetapi area cekungan Wonosari ini tidak mengalami pengangkatan. Daerah ini merupakan bekas danau purba, secara morfologis berada diledok wosari atau daerah transisi karts dibasin wonosari. Batuan induk atau batuan dasarnya adalah batu gamping dan puf. Tanah didaerah ini berasal dari batuan induk yang terangkat dan tererosi sebagai pengotor batu gamping, sehingga warna tanahnya merah dan memiliki kadar lempung yang tinggi, hal ini terlihat pada musim kemarau adanya retak-retak yang lebar 1cm dan kedalamanya 50cm. cirri dari tanah merah ini teksturnya halus, memiliki daya lekat yang tinggi. Drainase cepat banyak memiliki bahan organik dan tidak ada struktur tanahnya. Penggunaan lahan daerah ini seperti sawah tadah hujan (padi gogok), kebun, permukiman, jalan, lapangan, dan tegalan.

Titik kelima adalah Bedoyo dengan koordinat 0470149 mT dan 9114585 mU Batuan di daerah ini berupa batuan gamping dengan morfologi karst. Adapun ciri dari perbukitan karst ini diantaranya adalah berlitologi batu gamping yang tebal dan massif, terdapatnya kekar atau retakan pada permukaan batuan, terletak pada daerah yang lebih tinggi daripada sekitarnya, curah hujannya tinggi, ditutupi vegetasi yang lebat, adanya sungai bawah tanah, dan tidak mempunyai sungai permukaan dikarenakan banyak rongga-rongga di batuan gamping, sedang batuan gamping itu mudah larut. Perbukitan karst dengan bentuk setengah bola ini merupakan tipe gunung sewu. Goa-goa yang ada di batuan gamping ini merupakan proses buatan manusia yang mana lubang-lubang itu pada awalnya merupakan sebuah terowongan untuk mengambil batuan gamping yang ada di bagian atas karena batuan gamping di bagian atas lebih keras dibanding batuan gamping di bawah. Daerah ini baik digunakan untuk tambang, laboratorium karst. Lembah dikontrol oleh struktur. Bentuk lembah satu dengan lainnya sama adalah karena spasi retakannya yang sama. Di daerah ini terdapat juga doline yang merupakan salah satu karakteristik dari bentang alam karst. Kebanyakan doline ini berkembang akibat pelapukan intensif batu gamping dengan tingkat kerapatan kekar atau sesar yang tinggi atau sering kali pada lokasi dimana dua pola kekar bersilangan. Drainase di bagian dasar doline ini adalah dengan pipa atau corong (ovens&gouffre) dalam batuan menuju sistem gua bawah permukaan. Di daerah ini air hujan hanya sebagai aliran permukaan. Bentuklahan daerah ini adalah solusional. Keunikan dari daerah ini menjadi sumber ekonomi tersendiri bagi masyarakat sekitarnya terutama.

Titik keenam dengan koordinat 0471956 mT dan 9112802 mU adalah telaga, yaitu cekungan atau tempat masuknya air dan air tertahan membentuk telaga. Morfologi daerah ini merupakan perbukitan karst dimana sungainya berada dibawah tanah dan membentuk goa. . Penguapan di telaga ini seharinya bisa mencapai 0.5 cm. Besarnya penguapan itu terjadi karena daerah sekitarnya gundul. Bentuklahan di daerah ini adalah Doline, Perbukitan Karst. Airnya keruh karena suspensi eros . Air pada telaga ini akan kering pada musim kemarau, maka telaga ini oleh masyarakat sekitar digunakan untuk memancing pada saat musim hujan. Daerah ini tidak banyak terdapat pohon yang tinggi sebagian besar tanaman yang ada semak belukar dan lahannya digunakan untuk tegalan dengan tanaman kebanyakan ketela pohon terletak di lereng bukit hal ini karena kondisi topografi dan tanahnya kurang baik untuk permukiman, pertanian atau perkebunan dengan tanaman seperti padi dan salak. Titik berikutnya adalah titik ketujuh yaitu lembah bengawan solo purba lembah ini berda pada koordinat 0486398 mT 9106266 mU. morfologinya adalah lembah kering dengan topografi karst bentukan solusional, daerah ini merupakan lembah bengawan solo purba dahulunnya yang mengalir kearah barat, karena terjadi pengangkatan dan drainase melalui goa-goa semakin baik sehingga daerah tangkapanya menyempit dan menyebabkan lembah bengawan solo purba ini mengering. Penggunaan lahannya daerah ini merupakan tegalan dimana yang ditanam merupakan tanaman keras seperti pohon jati, dan jagung. Di daerah ini aksesibilitas kedaerah lainnya cukup jauh dan fasilitas umum kurang memadai hal ini karena topografi daerah tersebut yang kurang mendukung untuk pembangunan ke arah yang lebih maju.

Daerah lokasi titik sampel kedelapan ini berada di gardu pandang pacitan dengan koordinat 0506814 mT 9090621 mU dan merupakan titik sampel terakhir hari pertama. Bentuk lahan daerah ini merupakan bentuk lahan marine dengan pola sejajar garis pantai. Dengan kondisi tografi seperti itu sangat rentan sekali terhadap bencana Tsunami karena daerahnya yang datar dan tidak terlalu luas. Dari titik pengamatan ini akan terlihat pantai telengria yang termasuk jenis pantai pocked beach. Gardu Pandang dan sekitarnya sangat berpotensi sebagi kawsan wisata alam karena pemandangannya yang indah dimana bisa melihat perbukitan hijau, pantai, laut dan kota Pacitan dari atas bukit. Meskipun kota pacitan memiliki pantai yang indah namun daerah ini tidak cocok untuk aktifitas ekonomi disebabkan karena struktur kota dan fasilitas kota serta daerah yang kurang strategis menjadikan kota pacitan bukan kota tujuan bagi kaum urban.

Untuk hari kedua dilakukan pengukuran kepadatan bangunan Kota Pacitan. Adapun pengukuran tersebut adalah di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Pada citra terlihat kondisi bangunan disini amat padat karena berada ditengah jalan kolektor dimana disini juga merupakan pusat ekonomi kota pacitan disini terdapat pasar yang berada ditengah badan jalan, juga terdapat pertokoan dan mini market. Dicitra dengan dilapangan terdapat perubahan yaitu perubahan terjadi pada beberapa tempat dimana banyak bermunculan rumah yang baru dibangun.. Pada daerah tersebut diambil blok daerah sampel yang mana tiap atapnya diukur luasannya. Hasil pengukuran luas tutupan atap bangunan kemudian digunakan untuk menghitung rasio kepadatan bangunan, dan didapatkan hasil kondisi bangunan disini padat. Selain itu, pada setiap jalan masuk gang blok sampel ini diukur lebarnya. Setelah selesai mengukur kepadatan permukiman perjalanan selanjutnya menuju kecelah girin dulu untuk melakukan pengamatan bentuklahan dititik kordinat 0513764 mT dan 9098468 mU. Pada lokasi titik pertama hari kedua ini merupakan daerah yang mempunyai bentuk lahan denudasional yang memiliki batuan tuff (batu garam) yang hampir sama dengan batu gamping merupakan batuan yang paling mudah larut. Daerah ini kondisi airnya lebih keruh dibandingkan daerah merapi tetapi tanahnya lebih subur dari daerah karst karena kandungan unsur hara di dalam tanah lebih banyak. Daerah ini banyak ditumbuhi vegetasi, namun karena kurang baiknya tingkat aksebilitas menjadikan daerah ini tidak berkembang dengan baik menyebabkan kondisi ekonomi sektor pertanian dan jasa terbatas.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju sungai girindulu untuk pengukuran debit sungai baik pada saat banjir ataupun normal. Disekitar sini penggunaan lahanya merupakan area persawahan yang subur dan area ini merupakan area yang kaya akan air dan tanahnya subur. Masyarakat disini sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sector pertanian. Setelah selesai kemudian menuju pemandian air hangar disini air tidak berbau blerang sebab air panas yang terjadi didaerah pacitan ini merupakan hasil dari aktifitas magma dimana air yang terjebak dari kedalaman yang besar keluar melalui celah – celah kekar.

Hari ketiga penelitian dilakukan didaerah pantai tepatnya pantai teleng ria, yang juga merupakan teluk pacitan. Di sebelah barat pantai ini terdapat gawir (tebing terjal) yang dibuat oleh sesar sehingga diberi nama gawir sesar. Adapun proses sesar itu adalah tidak ikut terangkatnya Teluk Pacitan saat terangkatnya perbukitan pada tebing. Sebelah timurnya terdapat bukit-bukit yang runcing karena batuan keras. Daerah ini merupakan daerah bentukan marine. Marine itu sendiri mempunyai 3 bagian, yaitu: beach/gisik yang mana bagian ini akan basah jika pasang atau saat terkena hempasan gelombang dan jika tidak maka akan kering; coast; dan shole. Di belakang beach cenderung berbentuk cembung yang mana disebut beting atau pematang atau punggungan. Karena daerah ini berupa pasir, maka disebut beting gisik. Selanjutnya melakukan survey dihutan lindung yang juga masih berada disekitar pantai lokasinya, survey ini digunakan untuk pengambilan sapel mengukur kerapatan vegetasi dan mengetahui volume kayu. Luas blok sampel yang diambil adalah 25 m x 25 m. Jumlah pohon pada luas blok sampel tersebut adalah sebanyak 15 pohon. Dari hasil pengukuran di lapangan ini didapatkan hasil kemiringan, diameter batang, jarak pengamatan, sudut pengamatan, dan diameter kanopi. Diameter kanopi ini dilakukan sebanyak dua kali pengukuran, yaitu pengukuran diameter terpendek dan diameter terpanjang yang nantinya dirata-rata. Data-data hasil pengukuran di lapangan itu kemudian digunakan untuk menghitung kerapatan tegakan, kerapatan kanopi, dan volume batang. Dari hasil perhitungan berdasarkan rumus yang ada.

Titik terakhir yang dikunjungi adalah Gua Gong yang bertempat di Bumo, Punung, Pacitan, Jawa Timur. Lokasi ini merupakan kawasan wisata gua yang terbentuk dari hasil proses pelarutan batuan gamping. Gua ini terbentuk oleh proses solusional (pelarutan) yang mana di dalamnya ada yang dialiri air dan ada juga yang tidak dialiri air. Tanah yang ada hanyalah sebagai pembuang, bukan sebagai penyimpan air. Di dalam Gua terasa gerah dikarenakan sirkulasinya udara sedikit dan kelembapan tinggi. Di dalam gua terdapat kolom (collum) yang mana stalagtit dan stalagmit menyatu. Colum yang berwarna putih seperti kristal disebut kakist. Lorong pertama di gua ini berupa deretan straw (ornamen berbentuk seperti sedotan) yang bisa berarti sinyal pemberitahuan mengenai lebatnya ornamen lain di dalamnya. Pada dinding gua ini terdapat ornamen yang disebut kerses. Setelah melewati deretan straw itu, terlihat seperti gourdyn raksasa yang dipenuhi bintik mutiara di dalamnya. Saat menembus di antara stalagmit dan stalagtit yang diselang-selingi tirai tipis batuan, akan terdengar suara berdengung yang menggema di seantero lorong sewaktu kita mengetuknya. Inilah sebab mengapa gua ini disebut Gua Gong. Karena tiap kita memukul bagian ornamen di dalamnya, akan terdengar suara berdengung mirip suara yang dihasilkan gong gamelan kesenian khas Jawa.

Stalagtit yang terlihat putih cerah seperti gula batu atau yang lebih dikenal dengan kalsit atau aragonit itu merupakan batu gamping yang CO2-nya sudah larut dan kalsiumnya terendapkan dan mengalami proses kristalisasi ulang (rekristalisasi). Stalagtit selalu mempunyai lubang sebagai tempat keluarnya air, sedangkan stalagmit tidak. Dari stalagmit ini, dapat diketahui kering basahnya iklim. Jika endapan tebal, maka iklim basah dan begitu juga sebaliknya. Jika endapan tipis, maka iklim kering. Di dalam gua saat lampu dimatikan akan gelap abadi yang mana akan membuat kita sama sekali tidak bisa melihat sekitar. Melihat bagian dari diri kita saja juga tidak bisa. Di dalam ruang gua terdapat genangan air yang diam namun hanya sedikit atau kecil yang biasa disebut static full. penggunaan lahan disekitar goa ini terdapat tegalan yang ditanami pohon jati di lereng – lereng dan pada daerah doline terdapat sawah tadah hujan. Daerah ini merupakan area yang tidak bisa untuk djadikan pertanian karena kondisi tanah dan batuanya yang kurang cocok untuk tanaman seperti padi ataupun sayur – sayuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar